• Posted: 2024-12-12 09:56:05
  • By: Admin

Ketika Etika dan Moral Menjadi Barang Langka

Oleh: Muh. Hajoran Pulungan, S.H., M.H.

Ketika etika dan moral tak lagi dijadikan dasar atau pondasi dalam menjalankan aturan atau kebijakan tentu akan melahirkan keangkuhan, kesombongan bahkan kediktatoran yang pada akhirnya berakhir dengan kezaliman

Baru-baru ini media sosial digegerkan dengan beredarnya vidio salah satu Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang mengucapkan kata-kata yang tak pantas kepada seorang Bapak penjual es Teh pada acara ceramahnya. Di mana sikapnya mengolok-olok dan mempermalukan seorang pedagang es Teh yang mencari nafkah demi bertahan hidup dan menghidupi keluarga dinilai tak pantas bahkan melanggar etika yang hidup di masyarakat.

Siapa pun itu, secara etika maupun moral tidak boleh bersikap seperti itu kepada orang lain, terlebih kepada seorang utusan khusus Presiden apalagi bidang Kerukunan dan Pembinaan Sarana Keagamaan yang seharusnya menjadi contoh dan tauladan tapi justru sebaliknya menciptakan kontroversi di tengah masyarakat. 

Sebenarnya ini hanya contoh atau gambar kecil yang  tunjukan oleh Allah, Tuhan sang Pencipta kepada para pemimpin dan pejabat di negeri ini agar sadar diri dan introspeksi bahwa kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki adalah aman yang dititipkan dan suatu saat akan diambil kembali. Artinya ketika amanah itu dipegang, jalankanlah dengan berdasarkan nilai-nilai etika dan moral sehingga menjadi contoh dan tauladan bagi rakyat karena boleh jadi semua permasalahan yang terjadi di negeri ini akbiat ulah para pemimpin maupun pejabat yang tak amanan dan beretika.

Ketika Etika dan Moral sudah menjadi barang langka, terlebih khusus kepada para pejabat negara pengambil kebijakan, bisa dibayangkan betapa besar efek yang akan ditimbulkannya. Kita lihat saja, aturan atau kebijakan-kebijakan yang dibuat banyak bertentangan dengan nilai-nilai keadilan, etika dan moral yang berlaku di masyarakat pada akhirnya rakyat yang menjadi korban dan dikorbankan.

Sebenarnya apa yang dimaksud Etika itu, pada dasarnya etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang buruk. Istilah lain dari etika, yaitu moral, asusila, budi pekerti. Etika sendiri merupakan ilmu bukan sebuah ajaran. Sedangka etika dalam bahasa Arab disebut akhlak, watak, adab. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

Jadi betapa besar pengaruh Etika terhadap kehidupan ummat manusia dalam berbangsa dan bernegara sehingga dituntut harus bisa menbedakan ketika bersikap dan bertindak mana yang baik dan buruk, mana yang pantas dan tidak dalam kehidupan di masyarakat. Terlebih kepada para pemuka agama dan pemimpin yang menjadi contoh atau rule model bagi ummat untuk bersikap dan berperilaku.

Ketika etika dan moral tak lagi dijadikan dasar atau pondasi dalam menjalankan aturan atau kebijakan tentu akan melahirkan keangkuhan, kesombongan bahkan kediktatoran yang pada akhirnya berakhir dengan kezaliman. Saat itulah terjadi krisis etika dan moral suatu bangsa khususnya pemimpin, sehingga akibatnya tak ada lagi budaya malu, rasa bersalah. Bahkan ketika terjadi kegagalan dengan lihai mencari pembenaran bahkan tak segan-segan menyalahkan alam sehingga alampun marah lewat bencana tak terima dijadikan kambing hitam.

Lalu apa yang salah dengan bangsa ini, sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang nir etika yang seharusnya dijadikan teladan dan panutan tapi justru mempertontonkan sikap kesombongan dan keangkuhan yang tak terpuji di hadapan rakyat. Bisa jadi mereka tak paham apa sebenarnya etika dan moral atau memang mereka dibutakan terhadap silaunya kehidupan dunia yang penuh persaingan sehingga menaggalkan etika dan moral untuk tetap dipusaran kekuasaan.  

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama para pemimpin ataupun pejabat dibutuhkan keseimbangan antara kecerdasan intelektual atau Inteligent Quetient (IQ), kecerdasan emosional atau Emosional Quetint (EQ) dan kesecerdasan spritual atau Spiritual Questient (SQ). Dimana kecerdasan spritual dan emosional inilah yang melahirkan etika dan moral, artinya kecerdasan inteletual saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan kecerdasan emosional dan spritual sehingga melahirkan kecerdasan paripurna.

Saat etika dan moral dipahami dan diterapkan dengan baik akan melahirkan dampak positif di masyarakat, seperti: membantu orang lain mengembangkan sikap yang baik, mampu menghormati perbedaan, bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan bertanggung jawab. Semoga bangsa ini keluar dari krisis etika dan moral.


Kategori:

Opini

Komentar

Tinggalkan Komentar